Direskrimsus Polda Metro Jaya Enggan Tanggapi soal Materi Gugatan Praperadilan Firli Bahuri
TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Firli Bahuri mengajukan gugatan praperadilan atas penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Gugatan tersebut dilayangkan kuasa hukumnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat, 24 November 2023.
Dalam dokumen gugatan itu menyebut laporan polisi model A dan surat perintah penyidikan dalam kasus itu dibuat di hari yang sama yaitu tanggal 9 Oktober 2023. Atas hal tersebut dinilai melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya pada Pasal 1 angka 2 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 5 KUHAP.
Dikonfirmasi soal hal tersebut, Direktur Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak enggan menanggapi. “Kalau materi gugatan praperadilan, mohon maaf tidak saya tanggapi di sini. Nanti tanggapannya akan disampaikan Bidang Hukum Polda Metro Jaya saat sidang praperadilan,” kata Ade Safri saat dihubungi Tempo melalui pesan pada Ahad 26 November 2023.
Berdasarkan dokumen, setelah dilaporkannya Firli Bahuri ke Dumas KPK pada 9 Oktober 2023, terbit surat pelaporan dari Polda Metro Jaya. Laporan model a tersebut diterbitkan oleh Polda Metro Jaya atas dugaan pemerasan oleh Firli Bahuri terhadap Syahrul Yasin Limpo. Berdasarkan ketentuan, laporan polisi model a dibuat oleh petugas polisi bilamana petugas itu langsung mengetahui atau menangkap secara langsung peristiwa atau kejadian yang dilaporkan.
Pada tanggal yang sama dengan dibuatnya laporan polisi tersebut yaitu pada 9 Oktober 2023, Kapolda Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.Sidik/6715/X/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus tertanggal 09 Oktober 2023. Kuasa hukum Firli dalam dokumen gugatan praperadilan mempertanyakan hal tersebut. Padahal seharusnya, dibuat Surat Perintah Penyelidikan terlebih dahulu.
Dalam berkas praperadilan, tertulis bahwa Surat Perintah Penyelidikan harusnya menjadi dasar Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan yaitu serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Hal ini guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Tentunya, sebelum masuk ke penyidikan harus terlebih dulu melewati ekspose atau gelar perkara.
Firli dalam dokumen gugatan itu menyebut laporan polisi dan Surat Perintah Penyidikan dibuat pada tanggal yang sama, menunjukkan telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 1 angka 2 KUHAP Jo. Pasal 1 angka 5 KUHAP dan terbukti tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Karena proses penyidikan dilakukan tanpa didahului adanya proses penyelidikan, dengan demikian terbukti menurut hukum dan tidak terbantahkan proses penyidikan perkara a quo adalah tidak sah karena dilakukan bertentangan dengan KUHAP, sehingga tindakan Penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terbukti tidak sah dan tidak berdasar hukum tetap, sehingga seluruh tindakan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap Firli Bahuri tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tulis berkas praperadilan tersebut.
Oleh karena tindakan penyidikan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya adalah tidak sah, karena dilakukan dengan cara yang bertentangan oleh KUHAP maka dengan demikian keseluruhan tindakan yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap Firli Bahuri, yang timbul akibat diadakannya suatu tindakan penyidikan yang tidak sah berakibat tidak sah juga termasuk dalam hal penetapan tersangka terhadap Firli Bahuri.
Selanjutnya: Penjelasan soal laporan model A..