[ad_1]
Sumber gambar, Reuters
Retakan besar muncul di jalanan Kota Grindavik, karena kota nelayan tersebut terletak tepat di atas magma
Islandia tengah bersiap menghadapi letusan gunung berapi yang dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada infrastruktur hingga terlepasnya asap beracun.
Letusan tersebut berpotensi terjadi di Semenanjung Reykjanes, yang berdekatan dengan ibu kota Islandia, Reykjavik.
Gunung berapi di kawasan itu sudah tidak aktif selama 800 tahun sampai terjadi letusan pada Maret 2021, yang kemudian diikuti dengan dua letusan lainnya. Sejak akhir Oktober, terjadi peningkatan aktivitas gempa di kawasan tersebut.
Ahli vulkanologi meyakini bahwa letusan lainnya di wilayah tersebut mungkin akan terjadi dalam waktu dekat. Itu karena aliran magma yang masif di bawah permukaan bumi telah bergerak ke atas.
Penduduk Kota Grindavik, sebuah kota yang berada tepat di atas aliran magma tersebut, telah dievakuasi karena berisiko menghadapi “pancuran api” dan gas berbahaya.
“Magma mengalir di dalam tanah dan memecahkan lapisan batuan sejauh 15 km. Ini belum pernah terjadi sebelumnya, sesuatu yang belum pernah kita ukur atau saksikan di era modern,” kata Dr Matthew Roberts dari Kantor Meteorologi Islandia kepada BBC.
“Kecepatannya sangat fenomenal. Ini adalah perambatan magma dalam jarak beberapa kilometer yang terjadi hanya dalam beberapa jam, melintas tepat di bawah Kota Grindavik seperti kereta barang.”
Sumber gambar, Getty Images
Letusan gunung berapi Fagradalsfjall pada tahun 2021 diikuti oleh dua letusan lainnya di kawasan tersebut
Magma adalah batuan cair atau semi cair yang terbentuk jauh di bawah permukaan bumi akibat panas dan tekanan.
Massa jenisnya lebih kecil dibandingkan bebatuan di sekitarnya, sehingga dia bisa merambat naik melalui kerak bumi dan menemukan jalan menuju permukaan melalui erupsi, yang dikenal sebagai lava.
Kantor Meteorologi Islandia memperkirakan bahwa saat ini magma berjarak kurang dari 1000 meter dari titik mereka akan mencapai permukaan.
Fakta bahwa ini terjadi di dekat kawasan berpenduduk menjadikan aktivitas vulkanik ini bukan cuma luar biasa, tapi juga berbahaya.
Sumber gambar, Getty Images
Foto yang diambil pada 13 November 2023 ini menunjukkan retakan di jalan utama di Grindavik, barat daya Islandia setelah gempa bumi. Warga Kota Grindavik di barat daya – yang dihuni sekitar 4.000 orang – dievakuasi pada dini hari tanggal 11 November.
“Hanya ada sedikit contoh mengenai hal ini secara global,” kata Dr Roberts.
“Kami tahu bahwa di Islandia, proses ini pernah terjadi di masa lalu, namun ini adalah pertama kalinya sebuah kawasan berpenduduk berada dalam kondisi bahaya.”
Dr Bill McGuire, profesor emeritus Bahaya Geofisika & Iklim di UCL Inggris, mengatakan kelangsungan hidup Grindavik “masih jauh dari terjamin”.
“Semuanya bergantung pada di mana magma akhirnya mencapai permukaan, tapi situasinya tidak aman bagi penduduk kota,” katanya kepada BBC.
Jika gunung berapi meletus di lepas pantai atau di darat lalu mengalir ke laut, maka ada risiko muncul awan panas karena batuan super panas tersebut bersentuhan dengan air.
Pada bulan April 2010, letusan gunung berapi Eyjafjallajokull menyebabkan penutupan wilayah udara Eropa terbesar sejak Perang Dunia Kedua akibat awan panas.
Hal ini menyebabkan kerugian sekitar €1,5 miliar (Rp25,2 triliun) hingga €2 miliar (Rp33,6 triliun).
Namun, para ilmuwan meyakini aktivitas gunung berapi kali ini sangat berbeda. Mereka memperkirakan dampak sebesar itu tidak akan terjadi.
Di Islandia sendiri, yang dihuni oleh kurang dari 400.000 jiwa, terdapat sekitar 130 gunung berapi. Sebanyak 30 di antaranya adalah gunung berapi aktif.
Pulau ini terletak di Punggung Bukit Atlantik Tengah, yang merupakan batas tektonik antara lempeng Amerika Utara dan Eurasia. Kedua lempeng ini saling mendorong satu sma lain dengan kecepatan beberapa sentimeter per tahun.
Hal ini memungkinkan magma naik ke permukaan, yang meletus sebagai lava dan/atau abu, sehingga membuat Islandia rentan terhadap aktivitas vulkanik yang intens.
Salah satu letusan paling dahsyat di Islandia terjadi pada tahun 1783, ketika terjadi banjir lahar yang berlangsung selama delapan bulan, dan menghasilkan awan panas di Eropa Utara selama lebih dari lima bulan. Situasi itu diperkirakan menyebabkan pendinginan sekitar 1,3 derajat Celcius selama dua tahun berikutnya.
“Terasa mengkhawatirkan pada Jumat dan Sabtu lalu, bahwa kita bisa saja menghadapi bencana sebesar itu,” kata Dr Evgenia Ilyinskaya, ahli geofisika Islandia, yang juga salah satu direktur Jaringan Bahaya Kesehatan Vulkanik Internasional.
“Tapi itu bukanlah situasi yang mungkin terjadi saat ini.”
Sumber gambar, Getty Images
Letusan vulkanik gunung berapi mengancam keberadaan pemandian air panas Blue Lagoon, salah satu atraksi wisata di Islandia.
Bukti terbaru yang muncul, menurutnya, menunjukkan bahwa letusan akan jauh lebih kecil dari perkiraan sebelumnya.
Namun, menurut Dr Roberts, letusan dengan intensitas rendah yang berlangsung dalam waktu lama dapat menimbulkan risiko yang besar.
“Jika hal ini terjadi maka akan ada aliran lava ke selatan, kemungkinan menuju Grindavik dan mungkin ke utara dan barat, menuju fasilitas lain seperti pembangkit listrik Svartsengi dan Blue Lagoon,” kata Dr Roberts kepada BBC.
Otoritas Islandia juga membangun tembok pelindung di sekitar pembangkit listrik untuk melindunginya dari kemungkinan aliran lahar.
Meskipun aktivitas magma terbaru tidak mengakibatkan letusan dalam waktu dekat, para ahli meyakini akan terjadi letusan dalam beberapa bulan atau satu tahun ke depan di sepanjang semenanjung Rejkjanes.
“Ini mungkin salah satu contoh perubahan luar biasa dan konsekuensi tak terduga yang bisa terjadi,” katanya.
[ad_2]
Source link