[ad_1]
Pengamat ekonomi, Mohammad Faisal, memperkirakan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merekomendasikan umat Islam untuk menghindari transaksi dan penggunaan produk Israel dan yang terafiliasi dengan Israel tidak akan terlalu signifikan.
Sebab dia tak yakin semua warga Muslim bakal mengikuti fatwa itu lantaran memiliki ketergantungan pada produk-produk yang diklaim memiliki hubungan dengan Israel.
Meski demikian, ada berbagai pihak di Indonesia yang menjalankan fatwa MUI tersebut.
Salah satunya adalah Al Baik – swalayan lokal di Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Pemiliknya, Zul Kamirullah, mengaku telah menurunkan sekitar 100 produk dari rak sejak Sabtu (11/11) lalu sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan kepada warga Palestina di Gaza.
Apa isi fatwa MUI?
Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang merekomendasikan umat Islam untuk tak membeli produk-produk Israel ataupun yang mempunyai koneksi dengan Israel diterbitkan pada Jumat (10/11).
Dalam Fatwa nomor 83 tahun 2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina memuat sejumlah petimbangan dasar fatwa tersebut.
Di antaranya karena agresi Israel di Gaza telah mengakibatkan belasan ribu korban berjatuhan.
Kemudian adanya dukungan kepada Palestina oleh beberapa pihak dalam bentuk senjata, menggalang finansial, dan dukungan moral.
Terhadap fenomena di atas, kata MUI, muncul pertanyaan tentang hukum dukungan atas perjuangan Palestina.
Untuk itu Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa sebagai pedoman atau rekomendasi:
Pertama, umat Islam diimbau untuk mendukung perjuangan Palestina seperti gerakan menggalang dana kemanusiaan dan perjuangan, mendoakan untuk kemenangan dan melakukan shalat ghaib untuk para syuhada Palestina.
Kedua, pemerintah diimbau untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina, seperti melalui jalur diplomasi PBB untuk menghentukan peran dan sanksi pada Israel, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan kondolidasi negara-negara OKI untuk menekan Israel.
Ketiga, umat Islam diimbau semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme.
Dengan merujuk pada rekomendasi terakhir, kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Prof Asrorun Niam Sholeh, pihaknya menekankan bahwa “mendukung pihak yang diketahui mendukung agresi Israel baik langsung maupun tidak langsung seperti membeli produk dari produsen yang secara nyata mendukung agresi Israel hukumnya haram”.
Apakah fatwa MUI ini akan diikuti umat Islam di Indonesia?
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, ragu semua umat Islam di Indonesia akan mengikuti fatwa MUI tersebut.
Dia menilai masyarakat Indonesia sudah memiliki ketergantungan dengan produk-produk tersebut.
“Produknya kan banyak dan bervariasi, termasuk produk-produk yang digunakan sehari-hari. Seperti sabun, pasta gigi, makanan, minuman, dan lain-lain,” ujar Mohammad Faisal kepada BBC News Indonesia, Selasa (14/11).
“Selain itu ketaatan masyarakat utamanya Muslim untuk mengikuti fatwa MUI berbeda-beda. Masing-masing ada yang menganggap enteng, serius, atau ada yang serius tapi tidak bisa meninggalkan [produk itu]. Sehingga sudah tersaring lagi orang-orang yang boikot,” sambungnya.
Itu sebabnya dia memperkirakan dampak seruan boikot ini tidak akan terlalu besar. Kecuali jika semakin banyak yang mengikuti fatwa tersebut dan berlangsung lama.
“Kalau itu mungkin bisa menurunkan penjualan dan menyebabkan PHK.”
Menurut Faisal, ketimbang memboikot, sebaiknya masyarakat yang mendukung Palestina memberikan dukungan dalam bentuk uang yang nantinya disumbangkan untuk membangun fasilitas umum yang hancur lebur digempur militer Israel.
Apa tanggapan pemerintah dan konsumen?
Sejauh ini belum ada pernyataan resmi dari pemerintah yang mendukung aksi boikot produk Israel.
Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, berkata aksi tersebut adalah pilihan masyarakat.
“Itu terserah masyarakat, tapi apakah itu membantu ya? Silakan saja,” kata Zulkifli kepada wartawan di Jakarta Pusat, Kamis (09/11).
Politisi PAN ini melanjutkan, posisi pemerintah saat ini mengecam serangan Israel ke Palestina dan menyebutnya sebagai pelanggaran berat.
Karenanya pemerintah mengutuk keras serangan militer Israel yang menyasar warga sipil di Jalur Gaza.
Namun demikian, swalayan Al Baik di Tanjungpinang, Kepulauan Riau nampak telah menurunkan setidaknya sekitar 100 produk yang diklaim berasal atau terafiliasi dengan Israel -sesuai fatwa MUI.
Pemilik toko, Zul Kamirullah, menyebut tindakan itu dilakukan sebagai bentuk solidaritas kemanusiaaan kepada warga Palestina di Gaza.
“Saya sebagai orang Muslim, ada fatwa MUI saya ikuti. Kami bergerak karena hati nurani sebagai manusia yang punya perasaan. Itu intinya,” ucapnya kepada wartawan Zulfikar yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Supervisor swalayan Al Baik Tanjungpinang, Sapta Prabowo, mengatakan beberapa produk ada yang sudah disimpan dalam gudang dan ada juga yang masih berada di rak namun ditandai dengan tulisan: Barang ini tidak dijual sesuai fatwa MUI.
Sebagian barang lagi ditutup dengan kain hitam.
Produk-produk itu, sambungnya, akan kembali dijual kalau ada perubahan fatwa dari MUI.
“Perlu saya jelaskan kami tidak memboikot, tapi menghindari produk yang tidak boleh dijual atau tidak boleh dibeli sesuai fatwa MUI.”
“Jadi kami simpan dulu, ke depannya seperti apa kami berpatokan pada fatwa MUI kalau berubah bisa dijual lagi.”
Untuk mengisi rak yang kosong, pegawai Al Baik menggantinya dengan barang lain namun fungsinya sama namun tidak masuk daftar “haram” MUI.
Dia juga mengeklaim para pembelinya tidak mempermasalahkan sikap mereka. Ketika ditanya apakah terjadi penurunan penjualan, Sapta tidak bersedia menjawab.
Salah satu konsumen toko Al Baik, Nur Kholis, mendukung boikot yang dilakukan toko ini.
“Kalau saya menunggu dari dulu [boikot produk Israel]. Ini [fatwa MUI] terlambat, tapi tidak apa-apa dari pada tidak sama sekali,” ucapnya.
Sejak ada seruan boikot, ia pun lebih berhati-hati membeli barang. Kalau produk itu terafiliasi dengan Israel sudah pasti tak akan dibeli.
Bagaimana dengan ritel raksasa seperti Starbucks dan McDonald’s?
Di kota besar seperti Jakarta, tidak nampak boikot massal terhadap gerai cepat saji yang dituduh memiliki hubungan dengan Israel seperti Starbucks, McDonald’s, Pizza Hut, Burger King, atau Kentucky Fried Chicken (KFC).
Pengunjung tetap berdatangan seperti biasanya.
Berbeda seperti di Malaysia yang beberapa gerai cepat saji sepi pengunjung akibat boikot dari perang Israel-Hamas.
Kendati di media sosial TikTok perbincangan soal #boikotIsrael dibicarakan 192 juta kali.
Beredar pula di media sosial X ratusan daftar produk yang diklaim pro Israel meskipun keabsahannya sangat dipertanyakan karena dibuat oleh warganet.
Hanya saja sejumlah warganet keberatan dengan fatwa MUI seperti yang diutarakan akun @MuhammadTuhasan, “Jujur saya keberatan dengan pemerintah dan MUI boikot produk Israel. Dampaknya akan terasa pada ekonomi saya, jualan bakal sepi. Saya yakin pedagang kecil lainnya juga terdampak.”
Kemudian akun @idamwahyudii mengkritik video yang viral di X sedang membuang isi barang yang diklaim produk Israel.
Lalu ada juga yang mempertanyakan kalau boikot dilakukan bagaimana nasib karyawan yang mayoritas warga Indonesia.
[ad_2]
Source link