Pengamat: Pejabat negara sebaiknya mundur untuk jaga netralitas ASN

Pengamat: Pejabat negara sebaiknya mundur untuk jaga netralitas ASN

Dengan tidak mengundurkan diri, hal itu mengindikasi ketidakseriusan dan bisa ditafsirkan sebagai bentuk sikap tamak akan jabatan

Read More

Jember, Jawa Timur (ANTARA) – Pengamat kebijakan publik Universitas Jember Hermanto Rohman menilai pejabat negara yang maju sebagai capres dan cawapres serta tim pemenangan-nya sebaiknya mengundurkan diri dari jabatannya untuk jaga netralitas ASN, meskipun regulasi-nya tidak diwajibkan mundur.

“Hal itu untuk menghindari konflik kepentingan sekaligus potensial untuk pemanfaatan jabatan dan fasilitas jabatannya berpeluang sebagai alat kampanye, sehingga sebaiknya mereka mundur,” katanya di Kabupaten Jember, Jawa Timur, Sabtu.

Sejumlah pejabat negara juga masuk dalam Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran di antaranya Ketua Dewan Perimbangan Presiden (Wantimpres) Wiranto, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad.

Kemudian Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud di antaranya ada Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Ketua DPR Puan Maharani dan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah.

Selanjutnya Tim Nasional Pemenangan Anies-Muhaimin di antaranya Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid, Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid dan Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel.

Baca juga: Formappi dukung aturan pejabat negara harus mundur jika ikut pemilu

Baca juga: Pejabat negara harus kirim surat cuti minimal 3 hari sebelum kampanye

“Para pejabat negara itu tentu akan mempengaruhi netralitas ASN dan bawahannya, sehingga sebaiknya mereka juga berani dan etika-nya mengundurkan diri dari jabatannya,” ucap akademisi FISIP Universitas Jember itu.

Ia menjelaskan regulasi aturan UU Pemilu dan putusan MK atas UU Pemilu memang secara tegas menjelaskan bahwa pejabat negara menteri, gubernur, wali kota, legislator tidak harus mengundurkan diri mencalonkan capres-cawapres, namun secara etika dan moral sebaiknya mundur.

“Dengan tidak mengundurkan diri, hal itu mengindikasi ketidakseriusan dan bisa ditafsirkan sebagai bentuk sikap tamak akan jabatan,” ujar akademisi Program Studi Administrasi Publik itu.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2023 pada tanggal 21 November 2023 yang menyebutkan bahwa menteri, anggota legislatif hingga kepala daerah tidak diwajibkan untuk mundur dari jabatannya jika maju sebagai calon presiden dan wakil presiden dalam Pilpres 2024.

Baca juga: Jokowi: Saya pejabat publik sekaligus pejabat politik

Dalam PP itu juga diatur bahwa para menteri, pejabat setingkat menteri dan kepala daerah dapat melaksanakan cuti kampanye di Pemilu 2024.

Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana di Jakarta dalam keterangannya menyatakan berdasarkan ketentuan itu maka keputusan mundur atau tidaknya menteri atau kepala daerah saat maju pilpres merupakan pilihan individu.

Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Chandra Hamdani Noor
COPYRIGHT © ANTARA 2023

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *